---

meliana

Lihat Kartu Ucapan Lainnya (KapanLagi.com)

06 Juni 2008

Kaktus Tumbuhan Berduri dengan Adaptasi Tinggi

JAKARTA – Unik, khas dan tidak neko-neko soal perawatannya. Pertama lihat, ditanggung langsung jatuh hati. Maaf, ini bukan jargon iklan, tapi begitulah gambaran keunggulan kaktus sebagai tanaman hias.
Berkat faktor unggul itu pula kaktus banyak digemari para pehobi tanaman. Entah itu sebagai penambah semarak ruang hijau di rumah, atau penyegar beragam acara di tempat-tempat macam hotel berbintang. Dari situ, terkuak sebuah peluang bisnis yang cukup menjanjikan.


SH/Tinnes Sanger
Dengan proses penyambungan bentuk unik seperti ini bukan hal aneh lagi.


”Tri Listiyarini, seorang penggemar kaktus, mengaku terpikat karena tiga hal tadi. Bentuk yang unik dan khas dalam penampilan, membuat dirinya merasa perlu bergaul dengan kaktus. ”Keunikan kaktus ada pada bentuk yang beraneka macam. Ada yang berbulu seperti sikat, batang totol-totol, silinder dan masih banyak lagi.”
Bentuk yang unik itu bisa dilihat dari beragamnya jenis kaktus. Kaktus misalnya bisa dibedakan berdasar tempat asalnya, ragam bentuk dan golongan duri. Biasanya, penggemar kaktus mencari jenis yang populer, seperti kaktus totol (Opuntia microdasys cristata), kaktus sinterklas (Opuntia vestita cristata), kaktus peniti (Mammillaria bocasana), kaktus spiral (Mammillaria tolimensis), kaktus uban (Cephalocereus senilis), kaktus pagoda (Gymnocalycium hossei) dan lainnya.
Dari jenis yang ada, para pehobi tak lantas puas begitu saja. Mereka coba melakukan penggabungan di antaranya demi mendapat bentuk dan silangan yang baru nan langka (abnormal). Cara ini lazim disebut dengan penyambungan atau grafting. ”Teknik grafting ini ada lima cara. Pertama, flat grafting (sambung rata). Lalu cleft grafting (sambung celah), side grafting (sambung samping), stab grafting (sambung tusuk) dan terakhir, seedling grafting (sambung tunas),” papar Tri yang kali pertama berkenalan dengan kaktus ketika masih di SMA.
Gampangnya perawatan juga menjadi faktor pendukung kepopuleran kaktus. Menurut Ir. Joesi Endah, seorang pehobi kaktus yang juga konsultan pertanian, untuk merawat kaktus nggak ada yang harus dipusingkan. Taruh saja pot berisi kaktus pada sudut ruangan yang sesuai dengan syarat hidupnya, misalnya cahaya matahari, suhu, kelembapan udara dan sirkulasi udara yang cukup baik.
Untuk penyiraman tak perlu terlalu sering. Sebab, kaktus dikenal dengan tanaman sukulen, mampu menyimpan air pada batangnya. Cukup disiram saat pot terlihat kering. Demikian saran Tri maupun Joesi. Jika cuaca kering, penyiraman bisa dilakukan dua atau tiga kali seminggu. Bila kondisi basah atau dingin, siramlah dengan frekuensi dua kali dalam sebulan. Mereka juga mengingatkan, media yang masih terlalu basah sebaiknya jangan disiram. Kaktus bisa menjadi busuk akibat kelebihan air.
Banyaknya penggemar kaktus di Indonesia tak urung membuka peluang usaha di antara pehobi tanaman. Terbukti antara 1985 – 1988, bisnis kaktus mengalami booming. Namun sayang seperti kata Joesi, bisnis itu hanya berusia seumur jagung karena oversupply di pasaran. ”Persediaan terlalu banyak, harga jadi turun. Akhirnya orang jadi jenuh main di kaktus. Ya bubarlah bisnis kaktus ini.”
Kini, dengan beragam cara mereka yang masih bertahan berupaya menjaga agar bisnis kaktus tak kembali terpuruk. Caranya, membuat kaktus menjadi elemen dari hiasan interior dan ekterior, macam terarium atau paludarium.




SH/Tinnes Sanger
Salah satu contoh bentuk sambungan (grafting) pada tumbuhan kaktus. Penggabungan sengaja dilakukan demi mendapat bentuk dan silangan yang baru nan langka (abnormal).
 

Tumbuhan Berduri
Kaktus berasal dari kata Yunani kaktos. Artinya, tanaman berduri. Adalah Linneaus, ahli botani yang membuat klasifikasi tanaman, yang memasukkan kaktus ke dalam kelompok tumbuhan berduri atau Cactaceae.
Bila merujuk pada sejarah, kaktus telah tumbuh sekitar 100 juta tahun lalu. Dulu kaktus punya bentuk tubuh yang tinggi. Lalu sekitar 60 juta tahun kemudian, kaktus dinyatakan punah. Ini terjadi akibat letusan gunung berapi yang ikut menenggelamkan Benua Amerika, yang notabene tempatnya bertumbuh.
Usai kegiatan vulkanik gunung berapi itu berhenti, kaktus kembali tumbuh. Namun kaktus generasi ”anyar” ini tumbuh dengan bentuk yang lebih pendek dari moyangnya tadi. Kaktus bentuk pendek itulah yang sering kita jumpai pada masa kini.
Umumnya, kaktus datang dari dataran tandus seperti Amerika Selatan dan Meksiko. Daerah-daerah itu punya curah hujan rendah dengan frekuensi yang tak tentu. Perubahan suhu yang ada pun sangat ekstrem. Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa kaktus itu berasal dari Amerika Tengah dan Selatan, Kanada Utara sampai ke Kepulauan Galapagos, di Pasifik dan Kepulauan tropis di India Timur dan Karibia.
Wilayah hidup kaktus amat beragam. Dari daerah pantai yang mengarah ke laut, hutan belantara sampai ke gunung berbalut es macam Pegunungan Andes. Jadi, bukan hal aneh bila bertemu kaktus pada ketinggian 3000 – 4000 m dpl.
Dari kenyataan tadi, bisa dibilang kaktus termasuk tanaman yang mampu bertahan di segala medan. Kaktus mudah melakukan penyesuaian dan bentuk-bentuk adaptasi pada tubuhnya. ”Contoh adaptasi ini bisa dilihat dengan jelas. Bila kondisi alamnya tidak sesuai, ukuran daun kaktus akan mengecil atau malah sama sekali tidak keluar daun. Perakarannya menyempit dan batang dijadikan tempat penyimpanan air,” tutur Joesi yang sejak sekolah dasar sudah tertarik pada kaktus.
Saat berada di daerah yang bersuhu panas dan tanah gersang, kaktus beradaptasi dengan cara membentuk kulit tubuh yang tebal dan berlapis lilin. Tak ketinggalan, tumbuh bulu-bulu halus atau duri-duri yang tajam. Fungsinya jelas, mengurangi pengeluaran air dari tubuh.
Dalam hal penyebaran, burung pemakan buah kaktus dianggap berjasa menebarkan benih ke segala tempat di belahan dunia. Walau begitu, manusia tetap diakui sebagai faktor utama dalam menyebarluaskan tanaman berkeping dua ini. Peran itu bisa dilihat ketika mereka melakukan perpindahan tempat, kaktus tak pernah tertinggal dalam daftar bawaan.
Contoh paling gampang, proses penyebaran kaktus di negeri sendiri. Di Indonesia, kaktus masuk lewat tangan-tangan pemerintahan jajahan Belanda. Bule-bule asal negeri kincir angin itu yang pertama kali dan membudidayakan bibit kaktus. ”Saat pemerintahan Belanda, kaktus menyebar ke berbagai daerah (di Nusantara),” kata Joesi.
Kebiasaan membawa-bawa kaktus ke tempat baru juga dilakukan Joesi. ”Karena ayah saya sering berpindah tugas, kaktus koleksi keluarga sering ikut dibawa.Tapi karena terlalu banyak, ada juga yang sengaja ditinggal,” katanya. (SH/bayu dwi mardana)


SH/Tinnes Sanger
Erwin (35), salah seorang pehobi kaktus tampak asyik merawat beberapa koleksinya. Belakangan, ia mencoba terjun dalam bisnis tanaman berduri ini.

Copyright © Sinar Harapan 2002

Tidak ada komentar: